Minggu, 07 Desember 2008

Falsafat Qurban dalam Islam


Alhamdulillah kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bertemu Idul Adha. Jika pembaca ditanya: "apa sih specialnya hari Idul Adha?" pasti jawabnya: "daging yang melimpah" Ya, Idul Adha identik dengan daging qurban, karena pada hari raya ini umat Islam yang mampu diperintahkan Allah untuk berqurban (memotong hewan qurban). Dalam QS. Al Kautsar: 2, Allah berfirman –yang artinya--: "Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berqurbanlah." HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi menegaskan perintah ini, sekaligus menjelaskan keutamaan berqurban, Rasulullah bersabda –yang artinya--: "Tak ada amalan yang paling dicintai oleh Allah pada hari Idul Adha daripada memotong hewan qurban. Sesungguhnya hewan qurban itu akan hadir pada hari kiamat (sebagai bukti amal pelakunya) lengkap dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya qurban tersebut akan sampai di sisi Allah sebelum darahnya menyentuh bumi." Beberapa riwayat menceritakan bahwa Rasulullah selalu melakukan qurban setelah disyariatkan pada tahun 2 H. Berdasarkan teks-teks di atas dan perbuatan Rasulullah, ulama berkonsensus (ijma') bahwasanya memotong hewan qurban adalah perbuatan yang disyari'atkan dalam Islam.

Wah, lengkap sekali kan dalil legalitas qurban dalam Islam? Berangkat dari teks-teks di atas, para ulama berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan hukum ibadah qurban, apakah ia termasuk perbuatan wajib atau sunnah? Imam Abu Hanifah mewajibkan setiap Muslim yang mampu untuk melakukan qurban setiap tahun. Pendapat ini didukung oleh HR. Ibnu Majah: "Barang siapa yang memiliki kemampuan untuk berqurban, kemudian ia tidak melakukannya, maka ia tidak boleh mendekati tempat sholat kami" Sementara Muhammad dan Abu Yusuf (ulama Hanafiyyah) dan Malikiyyah mengklasifikasikannnya ke dalam ibadah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), dan makruh meninggalkannya bagi orang yang mampu. Pendapat ini didukung oleh HR. Tirmidzi: "Tiga hal yang diwajibkan atasku dan disunnatkan bagi kalian; sholat witir, memotong hewan qurban dan sholat dhuha." Adapun HR. Ibnu Majah di atas –menurut kelompok ini—merupakan penegasan dari kesunnahannya (sunnah mu'akkadah). Bahkan Malikiyyah menambahkan "yang paling utama adalah memotong qurban untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya." Berbeda dengan mazhab lain yang mewajibkan atau mensunatkan berqurban setiap tahun, Syafi'iyyah mengatakan bahwa berqurban adalah amalan sunnah seumur hidup sekali. Hal ini kembali kepada kaidah penggalian hukum yang mereka gunakan, yang salah satunya menegaskan bahwa sebuah perintah yang tidak dibatasi --berapa kali harus dilaksanakan-- gugur dengan sekali pelaksanaan. Terlepas dari perdebatan para ulama tentang klasifikasi hukum berqurban (wajib atau sunnah mu'akkadah), kita bisa menyimpulkan bahwa para ulama sepakat bahwa memotong hewan qurban diperintahkan Allah bagi setiap muslim yang mampu, tidak hanya bagi pak dan bu haji sebagaimana anggapan sebagian masyarakat di Indonesia.

Kenapa sih Allah memerintahkan kita untuk berqurban? Memotong hewan qurban dalam Islam merupakan manifestasi rasa syukur seorang hamba kepada Rabbnya atas nikmat yang diberikan. Selain itu ia juga merupakan salah satu jalan pensucian diri dari tindak maksiat dan segala bentuk kesalahan atau kekurangan dalam menjalankan kewajiban. Dalam qurban juga terdapat hikmah lain yang bisa dirasakan oleh pelaku qurban, keluarga dan orang lain (terutama fakir miskin), yaitu menikmati daging hewan qurban.

Tidak jarang kita melihat orang memotong kambing atau sapi sebelum melaksanakan sholat Idul Adha, agar selesai sholat Ied bisa langsung menikmati hasil qurban. Sebenarnya kapan sih kita boleh memotong hewan qurban? Para Ulama sepakat bahwa waktu potong qurban adalah usai sholat iedul Adha atas dasar HR. Bukhori: "Barang siapa yang menyembelih sebelum sholat, maka harus mengulangi qurbannya. Barang siapa yang menyembelih setelah sholat, maka telah sempurna ibadahnya (qurbannya) dan telah mengikuti sunnah kaum muslimin" Dalam hadits ini ditegaskan bahwa jika ada yang menyembelih hewan qurban sebelum sholat, tidak dianggap telah melakukan qurban dan harus mengulangnya. Menurut mayoritas fuqaha waktu berqurban berlangsung sampai hari kedua hari tasyriq, sementara Syafi'iyyah berpendapat bahwa kesempatan untuk berqurban meliputi tiga hari tasyriq.

HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi di atas menjelaskan bahwa hewan qurban akan menjadi saksi kelak di hari kiamat. Tentunya tidak sembarang binatang yang bisa mendapatkan kehormatan seperti itu, HR. An Nasai, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Abu Daud menggariskan beberapa syarat untuk hewan layak qurban; tidak bermata satu, tidak mengidap penyakit, tidak pincang, dan tidak terlalu kurus. Kemudian para fuqaha menganalogikan aib atau cacat yang lain kepada aib-aib yang tersebut dalam hadits, seperti; yang sama sekali tidak bisa berjalan, buta kedua mata, dan cacat yang bisa mengurangi daging hewan. Selain itu fuqaha juga menggariskan sifat-sifat yang disunatkan dalam hewan qurban: berupa domba jantan, gemuk, bertanduk, dan putih. Karena inilah sifat hewan qurbannya Rasulullah.

Kita sering mendengar ada orang patungan beli sapi qurban, sebenarnya hukumnya gimana? Ibadah, kok patungan? emang boleh? Ulama sepakat bahwa untuk melaksanakan ibadah qurban seorang muslim boleh memotong seekor kambing atau domba, sementara onta dan sapi bisa dijadikan hewan qurban untuk tujuh orang. Hal ini didasarkan oleh HR. Muslim: "Kami keluar bersama Rasulullah untuk menunaikan ibadah haji, kemudian Rasulullah memerintahkan kami untuk berpatungan memotong unta dan sapi, seekor untuk tujuh orang." Dan tidak disyaratkan pemilik saham harus berasal dari satu keluarga. Jadi syah-syah saja kita (sebanyak tujuh orang) patungan membeli unta dan sapi sebagai hewan qurban bersama. Adapun mana yang afdhal untuk digunakan sebagai hewan qurban? domba? sapi? atau unta? Malikiyyah berpendapat bahwa dombalah yang afdhal karena Rasulullah memilih domba sebagai hewan qurbannya. Sementara mayoritas fuqaha menjadikan banyaknya daging sebagai standar afdholiyyah, sehingga susunannya sebagai berikut: unta, sapi dan domba. Menurut mereka dengan lebih banyak daging lebih banyak pula fuqara yang bisa menikmati daging qurban. Adapun mengapa Rasulullah memilih domba? Terkadang Rasulullah memilih hal yang paling mudah –bukan yang utama— untuk memberi keringanan kepada umatnya.

Demikianlah, setiap muslim yang mampu, diperintahkan untuk melakukan ibadah qurban, minimal sekali seumur hidupnya –sebagaimana pendapat Imam Syafi'i—, dan tentunya akan lebih baik apabila dilakukan setiap tahun –sebagaimana pendapat mayoritas fuqaha, bahkan Malikiyyah menghukumi makruh meninggalkan qurban bagi yang mampu--. Dan yang harus diperhatikan ibadah qurban ini harus dilandasi dengan ketaqwaan kepada Allah, karena Allah berfirman dalam QS. Al Hajj 37: " Daging-daging nya (unta dan sapi) dan darahnya sekali-sekali tidak dapat menggapai (keridhoan) Allah, namun ketaqwaanmulah yang bisa menggapainya." Akhirnya , semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertaqwa, beribadah hanya karena-Nya.

Tidak ada komentar: